Selasa, 30 November 2010

5 TIPE MANUSIA

Ternyata, derajat kemuliaan seseorang dapat dilihat dari sejauh mana dirinya punya nilai manfaat bagi orang lain. Rasulullah SAW bersabda, "Khairunnas anfa’uhum linnas", "Sebaik-baik manusia diantaramu adalah yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain." (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadits ini seakan-akan mengatakan bahwa jikalau ingin mengukur sejauh mana derajat kemuliaan akhlak kita, maka ukurlah sejauh mana nilai manfaat diri ini?

Istilah Emha Ainun Nadjib-nya, tanyakanlah pada diri ini apakah kita ini manusia wajib, sunat, mubah, makruh, atau malah manusia haram?


Apa itu manusia wajib?

Manusia wajib ditandai jikalau keberadannya sangat dirindukan, sangat bermanfaat, perilakunya membuat hati orang di sekitarnya tercuri. Tanda-tanda yang nampak dari seorang manusia wajib, diantaranya dia seorang pemalu, jarang mengganggu orang lain sehingga orang lain merasa aman darinya. Perilaku kesehariannya lebih banyak kebaikannya. Ucapannya senantiasa terpelihara, ia hemat betul kata-katanya, sehingga lebih banyak berbuat daripada berbicara. Sedikit kesalahannya, tidak suka mencampuri yang bukan urusannya, dan sangat nikmat kalau berbuat kebaikan. Hari-harinya tidak lepas dari menjaga silaturahmi, sikapnya penuh wibawa, penyabar, selalu berterima kasih, penyantun, lemah lembut, bisa menahan dan mengendalikan diri, serta penuh kasih sayang.

Bukan kebiasaan bagi yang akhlaknya baik itu perilaku melaknat, memaki-maki, memfitnah, menggunjing, bersikap tergesa-gesa, dengki, bakhil, ataupun menghasut. Justru ia selalu berwajah cerah, ramah tamah, mencintai karena Allah, membenci karena Allah, dan marahnya pun karena Allah SWT, subhanallaah, demikian indah hidupnya.

Karenanya, siapapun di dekatnya pastilah akan tercuri hatinya. Kata-katanya akan senantiasa terngiang-ngiang. Keramahannya pun benar-benar menjadi penyejuk bagi hati yang sedang membara. Jikalau saja orang yang berakhlak mulia ini tidak ada, maka siapapun akan merasa kehilangan, akan terasa ada sesuatu yang kosong di rongga qolbu ini. Orang yang wajib, adanya pasti penuh mamfaat. Begitulah kurang lebih perwujudan akhlak yang baik, dan ternyata ia hanya akan lahir dari semburat kepribadian yang baik pula.


Manusia Sunah
Orang yang sunah, keberadaannya bermanfaat, tetapi kalau pun tidak ada tidak tercuri hati kita. Tidak ada rongga kosong akibat rasa kehilangan. Hal ini terjadi mungkin karena kedalaman dan ketulusan amalnya belum dari lubuk hati yang paling dalam. Karena hati akan tersentuh oleh hati lagi. Seperti halnya kalau kita berjumpa dengan orang yang berhati tulus, perilakunya benar-benar akan meresap masuk ke rongga qolbu siapapun.


Manusia Mubah
Orang yang mubah, ada tidak adanya tidak berpengaruh. Di kantor kerja atau bolos sama saja. Seorang pemuda yang ketika ada di rumah keadaan menjadi berantakan, dan kalau tidak adapun tetap berantakan. Inilah pemuda yang mubah. Ada dan tiadanya tidak membawa manfaat, tidak juga membawa mudharat.


Manusia Makruh
Adapun orang yang makruh, keberadannya justru membawa mudharat. Kalau dia tidak ada, tidak berpengaruh. Artinya kalau dia datang ke suatu tempat maka orang merasa bosan atau tidak senang. Misalnya, ada seorang ayah sebelum pulang dari kantor suasana rumah sangat tenang, tetapi ketika klakson dibunyikan tanda sang ayah sudah datang, anak-anak malah lari ke tetangga, ibu cemas, dan pembantu pun sangat gelisah. Inilah seorang ayah yang keberadaannya menimbulkan masalah.


Tipe Manusia Haram ???
Lain lagi dengan orang bertipe haram, keberadaannya malah dianggap menjadi musibah, sedangkan ketiadaannya justru disyukuri. Jika dia pergi ke kantor, perlengkapan kantor pada hilang, maka ketika orang ini dipecat semua karyawan yang ada malah mensyukurinya.

Masya Allah, tidak ada salahnya kita merenung sejenak, tanyakan pada diri ini apakah kita ini anak yang menguntungkan orang tua atau hanya jadi benalu saja?



Masyarakat merasa mendapat manfaat tidak dengan kehadiran kita?

Adanya kita di masyarakat sebagai manusia apa,
wajib, sunah, mubah, makruh, atau haram?

Kenapa tiap kita masuk ruangan teman-teman malah pada menjauhi,
apakah karena perilaku sombong kita?


Kepada ibu-ibu, hendaknya tanyakan pada diri masing-masing,
apakah anak-anak kita sudah merasa bangga punya ibu seperti kita?
Punya mamfaat tidak kita ini?

Bagi ayah cobalah mengukur diri, saya ini seorang ayah atau gladiator?

Saya ini seorang pejabat atau seorang penjahat?

Kepada para mubaligh, harus bertanya,
benarkah kita menyampaikan kebenaran
atau hanya mencari penghargaan dan popularitas saja?


Kepada Guru, harus bertanya,
apakah kehadiran kita di kelas,
dinanti siswa dengan hati gembira
atau perasaan takut dan cemas?


Semoga kita bisa mengambil hikmah dari catatan ini





Sumber : Tabloid MQ EDISI 01/TH.II/MEI 2001
Shared By Catatan Catatan Islami Pages

Jumat, 26 November 2010

KISAH TRAGIS DIBALIK "LAGU HYMNE GURU"


Siapa yang tak kenal lagu ini lirik himne guru berjudul Pahlawan Tanpa Tanda Jasa, ini sangat sering terdengar di telinga kita. Masih terngiang betapa di era 1980-an, lagu ini sangat sering dinyanyikan di sekolah-sekolah. Sebab setiap upacara bendera pada hari Senin, lagu ini selalu dinyanyikan.

Istilah “pahlawan tanpa tanda jasa” bahkan kemudian menjadi ikon yang disematkan kepada para guru. Siapa sangka bila “sang pahlawan” yang tanpa tanda jasa itu sejatinya dialami si pencipta lagu tersebut. Ya, Sartono, pencipta lagu yang juga guru itu di masa senjanya hidup dalam kesederhanaan. Laki- laki asal Madiun yang genap berusia 72 tahun, 29 Mei ini, tinggal rumah sederhana di Jalan Halmahera 98, Madiun.

Sejak ia mengajar musik di SMP Purna Karya Bhakti Madiun pada 1978, hingga “pensiun” pada 2002 lalu, Sartono tetap menyandang guru honorer. Ia tak punya gaji pensiunan, karena statusnya bukan guru Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Kawan-kawan sesama guru sempat membantu mengajukan dia menjadi PNS. “Katanya sih sering diajukan nama saya, tetapi sampai saya pensiun dari tugas sebagai guru, PNS untuk saya kok tidak datang juga,” kata Sartono.

Sartono memang minder dengan latar belakang pendidikannya yang tak tamat SMA. Ia mengajar di SMP Purna Karya Bhakti, yang belakangan lebih dikenal sebagai SMP Kristen Santo Bernadus, berbekal bakatnya di bidang musik. Sartono yang beragama Islam itu melamar di Santo Bernadus berbekal sertifikat pengalaman kerja di Lokananta, perusahan pembuat piringan hitam di Solo, Jawa Tengah.

Hidup serba dalam kesempitan, tak membuat Sartono meratapi nasib. Ia merasa terhibur, dengan kebersamaan dengan Damiyati, BA, 59 tahun, isterinya yang guru PNS. Damiyati dinikahi Sartono pada 1971. Dari pernikahan mereka belum jua dikaruniai anak. Sehingga mereka mengasuh dua orang keponakan. Damiyati yang juga guru, juga seniman biasa manggung bersama Ketoprak Siswo Budoyo Tulungagung, di masa mudanya.


Kehidupan sehari-harinya kini hanya dari pensiun istrinya yang tak lebih dari dari Rp 1 juta. Sartono sendiri kala masih aktif mengajar, gajinya pada akhir pengabdiannya sebagai guru seni musik cuma Rp 60.000 per bulan. “Gaji saya sangat rendah, bahkan mungkin paling rendah diantara guru-guru lainnya,” katanya mengenang masa lalunya.

Kala masih kuat, Sartono menambal periuk dapurnya dengan mengajar musik. Sepekan sekali, Sartono yang pandai bermain piano, gitar, dan saksofon, ini rutin mengajar kulintang di Perhutani Nganjuk, sekira 60 kilometer dari rumahnya di Madiun.


BERMULA DARI LOKANANTA

Jalan menjadi guru berawal dari kegemarannya bermain musik. Putra sulung dari lima bersaudara ini sebenarnya lahir dari keluarga cukup berada. Maklum, ayahnya R. Soepadi adalah Camat Lorog, Pacitan. Sartono kecil memang suka bermain musik secara otodidak. Namun, hidup nyaman tak bisa dirasakan berlama-lama. Ketika ia berusia 7 tahun, Jepang menduduki Indonesia. Ayahnya pun tak lagi menjabat camat.

Sartono, bersama empat adiknya, Sartini, Sartinah, Sarwono dan Sarsanti, tak bisa mengenyam pendidikan tinggi. Ia sendiri putus sekolah kala kelas dua di SMA Negeri 3 Surabaya.

Ia kemudian bekerja di Lokananta, perusahaan rekaman dan produsen piringan hitam. “Saya Lupa tahun berapa itu, tapi saya hanya bekerja selama dua tahun saja,” kata Sartono, yang mengaku sudah susah mengingat tahun.

Selepas kerja di Lokananta, Sartono bergabung dengan grup musik keroncong milik TNI AU di Madiun. Ia bersama kelompok musik tentara itu pernah penghibur tentara di Irian. “Di sana selama tiga bulan,” jelasnya.


DARI SECARIK KORAN

Ihwal penciptaan lagu himne guru itu boleh dibilang tak sengaja. Ketika itu, tahun 1980, Sartono tengah naik bis menuju Perhutani Nganjuk, untuk mengajar kulintang. Di perjalanan, secara tidak sengaja ia membaca di secarik koran, mengenai sayembara penciptaan lagu himne guru yang diselenggarakan Depdiknas. Hadiahnya besar untuk saat itu, Rp 750.000. Waktu yang tersisa dua pekan, untuk merampungkan lagu.

Sartono yang tak bisa membaca not balok ini, mulai tenggelam dalam kerja keras mengarang lagu saban harinya. “Saya mencermati betul seperti apa sebenarnya guru itu,” jelas Sartono sambil memulai membuat lagu itu.

Waktu sudah mepet, lagu belum juga jadi. Sartono pusing bukan kepalang. Syairnya masih amburadul. Pada hari pertama Hari Raya Idul Fitri, Sartono tidak keluar rumah. Ia bahkan tak turut beranjang sana mengantar istri dan dua keponakannya silaturrahmi ke orangtua dan sanak famili. “Saat itu kesempatan bagi saya untuk membuat lagu dan syair secara serius,” katanya. “Waktu itu saya merasa begitu lancar membuat lagu dan menulis syairnya.”

Awalnya, lirik yang ia ciptakan kepanjangan. Padahal, durasi lagu tak lebih dari empat menit. Sartono pun berkali- kali mengkajinya untuk mengetahui mana yang harus dibuang. “Karena panjang sekali, maka saya harus membuang beberapa syairnya,” jelas Sartono. Hingga muncullah istilah “pahlawan tanpa tanda jasa.”

“Guru itu juga pahlawan. Tetapi selepas mereka berbakti tak satu pun ada tanda jasa menempel pada mereka, seperti yang ada pada polisi atau tentara,” katanya.

Persoalan tak begitu saja beres. Lagu ada, Sartono kebingungan mengirimnya ke panitia lomba di Jakarta. Sebab ia tidak punya uang untuk biaya pengiriman via pos. “Akhirnya saya menjual jas untuk biaya pos,” katanya.

Sartono menang. “Hadiahnya berupa cek. Sesampainya di Madiun saya tukarkan dengan sepeda motor di salah satu dealer,” kata Sartono.


PENGHARGAAN MINIM

Lagunya melambung, Sartono tidak. Sang pencipta tetap saja menggeluti dunia mengajar sebagai guru honorer hingga “pensiun.” Kalaulah ada penghargaan selain hadiah mencipta lagu, “cuma” beberapa lembar piagam ucapan terimakasih. Nampak piagam berpigura dari Gubernur Jawa Timur Imam Utomo yang diberikan pada 2005. Pak Gubernur juga memberikan bantuan Rp 600.000, plus sebuah keyboard.

Piagam lainnya diberikan Menteri Pendidikan Nasional Yahya Muhaimin pada 2000. Kemudian piagam dari Menteri Pendidikan Nasional Bambang Soedibyo pada 2005, plus bantuan uang. “Isinya enam ratus ribu rupiah,” kata Sartono.

Tahun 2006 lalu, giliran Walikota Madiun yang dalam sepanjang sejarah baru kali ini memberikan perhatian kepadanya. “Pak Walikota menghadiahi saya sepeda motor Garuda,” kata Sartono seraya menunjuk sepeda motor pemberian Walikota Madiun.

Meski minim perhatian, Sartono tetaplah bangga, lagunya menjadi himne para guru. Pekerjaan yang dilakoninya selama 24 tahun. Pengabdian yang tak pendek bagi seorang pahlawan tanpa tanda jasa.


----------------------

BANGSA YANG BESAR ADALAH BANGSA YANG MENGHARGAI PARA PAHLAWANNYA..!!!

 
 
 
Sumber:

Kamis, 25 November 2010

ADA APA DENGAN HYMNE GURU???

Pada upacara peringatan hari Guru Nasional tadi pagi, saat tim paduan suara menyanyikan lagu "Hymne Guru", beberapa peserta upacara menggumamkan bahwa menurut yang mereka dengar dari pengawas sekolah, lagu tersebut sudah tidak boleh dinyanyikan. Kapan dan mengapa lagu tersebut tidak boleh dinyanyikan, mereka tidak tahu pasti. Kejadian ini membuat saya terinspirasi untuk menulis masalah tsb.

HYME GURU
Terpujilah wahai engkau ibu bapak guru
Namamu akan selalu hidup dalam sanubariku
Semua baktimu akan kuukir di dalam hatiku
Sebagai prasasti terima kasihku
Tuk pengabdianmu
Engkau sabagai pelita dalam kegelapan
Engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan
Engkau patriot pahlawan bangsa
Tanpa tanda jasa



Permasalahan yang terdapat dalam lagu Hymne Guru terletak pada bait terakhir yaitu "tanpa tanda jasa". Guru selama ini dikenal dengan "pahlawan tanpa tanda jasa". Predikat ini menjadikan guru sebagai korban ketidakadilan dalam dunia pendidikan. Pahlawan tanpa tanda jasa, seolah-olah dimaknai dengan guru memang wajar jika tak mendapatkan balas jasa atas usahanya, atau minimal harus merasa cukup dengan balas jasa yang alakadarnya karena toh memang pahlawan tanpa tanda jasa.

Padahal makna hakiki dari “pahlawan tanpa tanda jasa” adalah bahwa jasa guru begitu besar sehingga tidak ada satu tanda jasapun yang sebanding untuk membalas jasa yang telah diberikannya. Untuk mengakhiri penderitaan guru maka sebuah langkah diambil.

Pada tanggal 8 November 2007, Sartono, sebagai pencipta Hymne Guru, disaksikan oleh Dirjen PMPTK Depdiknas, Dr. Fasli Jalal Ph. D dan Ketua Pengurus Besar PGRI HM. Rusli, telah menandatangani surat resmi tentang penggantian lirik terakhir dari Hymne Guru tersebut. Kata-kata “tanpa tanda jasa” diganti menjadi “pembangun insan cendekia”. Sehingga Hymne Guru tersebut diakhiri dengan “Engkau patriot pahlawan bangsa pembangun insan cendekia.”
Hal itu diperkuat dengan Surat Edaran Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Nomor : 447/Um/PB/XIX/2007 tanggal 27 November 2007, bahwa kata : “Pahlawan Bangsa Tanpa Tanda Jasa” diganti dengan kata “Pahlawan Bangsa Pembangun Insan Cendikia”.



Secara pribadi saya senang disebut sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Rasanya pekerjaan ini dijalani dengan keikhlasan dan pengorbanannyapun menjadi lebih berarti. Sebesar apapun jasa yang diberikan pemerintah, tidak akan bisa membeli keikhlasan hati seorang guru untuk berkerja mencerdaskan anak-anak bangsa, sebab guru adalah panggilan jiwa.

Mereka yang memilih pekerjaan sebagai guru karena tidak ada pekerjaan lain atau gaji yang sekarang sudah besar atau semata karena ekonomi/money, tidak akan menjadi guru yang baik. Terkecuali ia merubah niatnya untuk menjadi guru sejati, yaitu; guru yang ikhlas bekerja, yang peduli pada kebaikan siswa, masyarakat dan bangsa. Tidak hanya menuntut "tanda jasa" tetapi slalu berharap "balas jasa" dari Tuhan-nya.

Ya Allah!
Jadikan aku guru sejati. Amin

MUHASABAH DI HARI GURU


Hari ini 25 Nopember 2010 diperingati sebagai Hari Guru Nasional ke-65. Awalnya saya tidak ingin mengikuti upacara peringatan yang diadakan di halaman kantor bupati Kabupaten Ketapang. Tetapi pada detik-detik terakhir timbul kesadaran, bahwa sekolah diliburkan hanya agar kami para guru bisa menghadiri kegiatan ini. Jika mengikuti upacara saja saya tidak mau, apakah bisa saya melakukan hal yang lebih besar lagi??? :(

Upacara tahun ini dan tahun2 sebelumnya tidak jauh berbeda. Mengatur barisan guru ternyata lebih sulit daripada barisan siswa. Jika siswa telah berbaris rapi, maka beberapa guru masih mengelompok dan tak bisa diatur. Berkali-kali panitia melalui pengeras suara meminta guru untuk segera memasuki barisan  yang telah ditentukan, tetap saja sampai upacara dimulai puluhan guru berpakaian seragam PGRI, lebih senang berdiri di bawah pohon di belakang barisan siswa daripada berbaris dalam barisannya. Astafirullah, kalau murid yang berbuat begini pasti sudah mendapat hukuman/teguran keras dari guru.

Jadi ingat upacara setiap hari senin di sekolah. Kesal skali jika murid2 tidak berbaris dengan rapi, ribut dan tidak mengikuti upacara dengan baik. Kehabisan akal rasanya untuk mendisiplinkan mereka dalam upacara, apalagi siswa kelas satu SD. Tetapi kalau dibandingkan dengan apa yang dilakukan oknum guru di atas, rasanya bisa dimaklumi perbuatan murid2 ku, karena mereka masih belajar bukan mengajar.

Wahai guru...!!!
Dimanapun dan kapanpun engkau berada
Engkau adalah seorang guru
Yang semua tindakanmu
Akan digugu dan ditiru

Maka, berkatalah yang baik
Berbuatlah yang baik
Agar murid dan masyarakat
hanya bisa meniru yang baik-baik
dan amalmupun dicatat sebagai kebaikan



renungan untuk diriku sendiri di hari guru.
terima kasih Tuhan, Engkau telah memilihku menjadi seorang guru.
tidak hanya mendapat keuntungan secara finansial
juga kesempatan untuk membentuk masyarakat
terutama murid2ku tercinta.
Tuhan,,, kuatkanlah aku memikul amanah ini.




Selasa, 16 November 2010

9 BUNDARAN DI KETAPANG

Saat pertama kali menginjak Kota Ketapang, seorang teman dari pulau Jawa berkata, "Ketapang itu banyak bundarannya". Tetapi beberapa tahun kedepan, mungkin bundaran2 ini akan dihancurkan, sebab saat ini perannya sudah mulai digantikan oleh "lampu lalulintas".
  
  Bundaran "ALE-ALE" titik 0 km


Bundaran "Agoes Djam"
















Sekilas tampak mirip, bentuk bangunan adat melayu.
Jika nanti, peranmu diambil alih penuh oleh "Lampu Lalulintas",
engkau pernah jadi bagian dari Kota ini.

Senin, 15 November 2010

MANFAAT SERTIFIKASI GURU

Kamis, 15 Nopember 2010. Hari yang sangat berharga bagi umat Islam, karena pada hari ini jemaah haji sedang wukuf di Arafah dan umat Islam di seluruh dunia menjalankan puasa sunah arafah. Dengan puasa arafah, Allah SWT menjanjikan ampunan dosa tahun lalu dan tahun mendatang bagi yang mengerjakannya.

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda :


صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ، أَحْتَسِبُ عَلَى اللهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِيْ قَبْلَهُ، وَ السَّنَةَ الَّتِيْ بَعْدَهُ

“Puasa pada hari ‘Arafah, aku berharap kepada Allah agar menghapuskan (dengannya)
dosa-dosa pada tahun lalu dan tahun yang akan datang”.
 
 
 
Selain itu, bagiku hari ini tahap baru dalam hidup. Jika besok mendapat ijin dari Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Ketapang, maka minggu depan aku akan berangkat ke Jakarta untuk mengikuti pelatihan matematika yang diadakan oleh Surya Institute selama 2 bulan.
 
Aku bukan seorang petualang yang senang berpergian. Aku tipe rumahan, sehingga keberangkatan yang cukup lama ini membuatku sedikit khawatir meninggalakan rumah dan ayah sendirian. 
 
Terlebih lagi pelatihan yang sebenanya gratis hanya perlu biaya penginapan, makan dan transport memelukan dana yang cukup besar, sekitar 10-15 juta ku pikir harus dipersiapkan. Sementara aku tidak bisa menuntut dinas pendidikan untuk membiayainya karena ide ini datangnya dari diriku sendiri. Tapi aku yakin/berharap pihak dinas tidak akan tinggal diam.
 
Dalam keraguan, aku mencoba berkonsultasi dengan seorang kenalan, yang walaupun baru ku kenal rasanya sudah sangat dekat. Beliau ku pilih sebagai tempat konsultasi karena enak diajak bicara tentunya, juga merupakan kepala keluarga dari keluarga yang sangat mengutamakan pendidikan istri dan anak2nya. Dan beliau juga atasanku di dinas pendidikan tepatnya Kasi Kurikulum, tentu beliau tahu banyak tenang prosedur ijin mengikuti pelatihan.
 
Ada satu perkataan beliau yang sangat berkesan:
"biaya yang dikeluarkan untuk pelatihan ini anggaplah uang sertifikasi yang dikembalikan kepada rakyat, karena tujuan diberikannya uang sertifikasi kepada guru salah satunya untuk digunakan sebagai modal peningkatkan kompetensi guru, sehingga guru menjadi profesional dalam menjalankan tugasnya."
 
Dari awalpun niatku mengikuti pelatihan ini adalah untuk meningkatkan kemampuanku dalam mengajar matematika, agar bisa memberikan yang terbaik bagi siswa. Aku tidak ingin menjadi guru yang hanya menghalalkan gaji; guru yang hanya datang mengajar tanpa melihat hasil dari apa yang diajarankannya.
 
Aku juga percaya, jika kita menyempurnakan pekerjaan yang telah diamanahkan, maka Allah SWT akan meridhai niat kita untuk melakukan yang terbaik demi kebaikan semua orang. Semoga Allah SWT memberkahi ku dengan Rahmat dan Perlindunganya. Meluruskan niatku, sehingga apa yang dijalani ini menambah catatan amalku kelak di akhirat. Amin

Minggu, 07 November 2010

PILOT CANTIK TANPA TANGAN


Jessica Cox, demikianlah namanya, dilahirkan tanpa tangan di Arizona, Amerika Serikat. Dia bisa melakukan apa saja yg orang normal bisa. Dia bisa menulis, menyupir, mengetik, merebut sabuk hitam tae-kwan-doo, bahkan menerbangkan pesawat.





Jessica Cox berhasil mendapatkan ijin/ lisensi untuk menerbangkan pesawat dan dia merupakan pilot pertama yg berlisensi untuk menerbangkan pesawat dengan kaki.






Ketika baru belajar menyupir, mobil Jessical dimodifikasi agar sesuai dengan keterbatasannya. Akan tetapi, setelah itu, Jessica membuka semua modifikasi tersebut dan menyupir tanpa nya. Dia memegang SIM tanpa pengecualian seperti layaknya pemegang SIM yg lain.




Di umur 10 tahun, Jessica mulai belajar Tae-Kwan Do dan dia berhasil mendapatkan sabuk hitam pada saat dia berumur 14 tahun. Dia kemudian bergabung lagi di Tae-Kwan-Do saat dia kuliah, dan berhasil mendapatkan sabuk hitam untuk kedua kalinya.



" Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." (QS 2:216)




Bagi orang tua dan guru, pelajaran yang bisa diambil dari kehidupan Jessica sesuai dengan pendapat yang diutarakan oleh pakar pendidik anak-anak dalam buku (children learn what oney live);

Bila anak sering dikritik, dia belajar mengumpat
Bila anak sering dikasari, dia belajar berkelahi
Bila anak sering diejek, dia belajar pemalu
Bila anak sering dipermalukan, dia belajar merasa bersalah

Bila anak sering dimaklumi, dia belajar menjadi sabar
Bila anak sering disayangi, dia belajar menghargai
Bila anak diterima dan diakrabi, dia akan menemui cinta.





Sumber:

Sabtu, 06 November 2010

DEMI WAKTU

Sahabat saya, katakanlah:

Wahai Subuh,
dalam keindahanmu
aku dibuat mengerti,

...bahwa cara terbaik untuk
memperpanjang waktu,
bukanlah mengulur batas waktu,
tetapi menyegerakan waktu mulai.

Semakin segera aku memulai,
akan semakin panjang waktuku,
dan dengannya semakin banyak
yang dapat kuselesaikan.

Aku menjadi
bukan karena yang kurencanakan,
tetapi karena yang kuselesaikan.

Tuhan, kayakanlah hidup kami.
Amien


Mario Teguh

Jumat, 05 November 2010

LAUT TERBELAH DUA "MOSES MIRACLE"

Ini adalah penomena alam yang paling mengagumkan di Korea Selatan yang dinamakan "Moses Miracle", dua kali setahun terjadi air surut, terbuka suatu alur daratan sepanjang 2.8 kilometer dan lebar 40 meter yang menghubungkan pulau Jindo dan Modo selama beberapa jam. Fenomena terjadi karena perubahan kepekatan air laut.








Suatu festival diadakan untuk mengingatkan kejadian alam
dan dihadiri orang-orang dari segala penjuru dunia ini.


Bagaimanapun kejadian alam ini belum begitu diketahui sampai tahun 1975,
ketika Mr. Pierre Randi duta besar Perancis untuk negara Korea berkunjung kemari
dan menghebahkannya di surat khabar Perancis.





Sungguh sangat besar kekuasaan Tuhan,
banyak penomena alam yang membuat manusia tercengang.
Ini adalah cara Tuhan memperkenalkan diri-Nya kepada manusia
agar mau percaya dan beriman, bagi yang mau berpikir.

"Bacalah... dengan menyebut nama Tuhan mu"


Semoga menambah keimanan kita.


sumber: http://www.lintasberita.com/go/815529