Kamis, 17 Oktober 2013

PEMULUNG BOTOL MENABUNG UNTUK BERKURBAN

Orang kaya berkurban bukan hal luar biasa. Namun, pemulung dengan penghasilan tak tentu bisa berkurban jelas bukan hal biasa. Salah satunya, Sahati Wati (67), yang menabung selama tujuh tahun untuk bisa berkurban.

Sahati adalah warga Kampung Kutalebak, Kelurahan Sriwedari, Kecamatan Gunung Puyuh, Kota Sukabumi, Jawa Barat. Sahati kelahiran Bogor, tetapi sejak kecil sudah harus ikut uwak atau kakak orangtuanya, setelah bapak dan ibu Sahati meninggal.

Pernah bekerja menjadi pembantu rumah tangga saat muda, kini Sahati yang tinggal sebatang kara harus menghidupi diri dengan menjadi pemulung. Sehari-hari dia mengumpulkan botol bekas untuk dijual setelah dibersihkan.
 

Dari penghasilan yang seadanya itu, Sahati menyisihkan sebagian di antaranya untuk mewujudkan keinginannya berkurban. "Ga tentu dapatnya. Nabungnya juga ga tentu. Kadang (dapatnya) Rp 5.000, kadang Rp 6.000, berapa aja dapatnya, paling banyak Rp 12.000," ujar dia.

Hadir dalam wawancara Kompas TV, Selasa (15/10/2013) malam, Sahati mengatakan, dia menabung pun tak bisa setiap hari. "Kadang dua macam (dua kali, red), kadang tiga macam seminggu. Ga tentu," ujar dia.

Sahati menabung juga tidak di bank. Dia menyimpan setiap sisihan pendapatannya itu di bawah bantal, dalam sebuah amplop. Bila uang di bawah bantalnya sudah mencapai jumlah tertentu, Sahati menitipkan uang itu kepada tetangganya dengan alasan keamanan.

Tahun ini seluruh jerih payahnya membuahkan hasil. Seekor kambing seharga Rp 2 juta bisa dia beli sebagai hewan kurban pada Idul Adha 1434 H.

Sosiolog Musni Umar yang hadir bersama Sahati dalam wawancara itu mengatakan, kisah-kisah semacam ini harus menjadi pembelajaran. "Harus menjadi inspirasi masyarakat," tegas dia.

 Sumber: http://news.negara.co/717.html