Sabtu, 18 April 2020


TEMAN KECILKU

Sekitar bulan Oktober 1997 untuk pertama kali aku menginjakkan kaki di Dusun Sedahan Kecamatan Sukadana Kabupaten Ketapang namanya pada saat itu. Namun sekarang Sedahan sudah menjadi bagian dari Kabupaten Kayong Utara (KKU). Diantar oleh ibu dan datok (kakek) Sungai Bakau kami melihat tempat ku bertugas sebagi guru untuk pertama kali. Datok ini bukan datok dari ibu maupun bapak ku. Beliau adalah orang tua angkat ibuku saat pertama kali bertugas menjadi guru di Desa Sungai Bakau, makanya anak-anak ibuku menyebutnya dengan sebutan datok sungai bakau dan kami cukup dekat dengan beliau.



Hal pertama yang dilakukan adalah mencari tempat tinggal, rumah sementara atau selama bertugas. Karena itulah kami memerlukan datok untuk menemani. Beliau memiliki keluarga jauh di daerah ini, sementara orang tua ku tak memiliki kenalan apalagi keluarga disini. Singkat cerita, aku menumpang disebuah rumah di Dusun Munting yaitu sebuah dusun sebelum Dusun Sedahan. Seminggu disana. Aku pindah ke rumah guru sekolah (RGS) yang sudah ku perbaiki.


Oh..ya, tempat tugasku di SD Negeri 14 Sedahan namanya saat itu. Sekolah itu memiliki halaman depan yang sangat luas sekitar 80-100 meter dari jalan beraspal. Luasnya halaman ini membuat sekolah dan dua RGS yang ada menjadi terpisah agak kebelakang jauh dari rumah penduduk. (Banguan RGS dan sekolah membentuk huruf U, jika dipandang dari depan maka RGS berada diposisi kiri). Di belakang sekolah terdapat bukit dengan pohonnya yang besar, terkesan menyeramkan bagiku. Aku yang pada dasarnya memiliki sifat penakut terhadap makhluk gaib (hantu) tak akan berani jika harus tidur sendiri.

Sore hari saat kepindahanku, datang seorang anak laki-laki yang duduk di kelas 3 SD, orang tuanya adalah salah satu tentangga baru ku. Sejak sore itu ia selalu menjadi temanku, padahal ia anak tunggal di keluarganya tetapi ia lebih memilih menemani ku bersama teman-tamannya.
Seperti yang ku bilang. Aku ini penakut. Aku tak bisa tidur sendiri. Jadi, aku tetap mencari anak perempuan untuk menemani ku tidur di kamar. Akhirnya rumah ramai dengan anak-anak, yang perempuan bisa dua atau tiga orang tidur bersama dikamarku, sedang yang laki-laki tidur di kamar sebelah.


Sedahan itu indah. Terdapat bukit dengan hutannya yang cukup rindang dilengkapi aliran air dan batuan besar di dalamnya. Sawah yang menghijau diantara bukit dan pegunungan. Terdapat juga perkampungan Bali dengan pura besar dan budaya hindu yang kental. Lebih jauh ke dalam, akan ditemukan pemandangan gunung palung yang terkenal dengan keaneka ragaman tumbuhannya. Beberapa tempat yang belum ku kunjungi diantaranya bukit lubuk baji dan bukit panah bulan.  

Jarak Sedahan dan rumah orang tuaku di Kota Ketapang sekirar 190 km. Awalnya aku pulang seminggu sekali menggunakan bis penumpang . Tapi lama kelamaan pulangnya jadi dua minggu sekali. Jika hari minggu di Sedahan, waktu ku isi dengan berjalan bersama teman-teman kecil skaligus muridku ini. Kami pergi ke bukit di belakang sekolah untuk menikmati aliran air dan duduk dibebatuan. Di waktu lain kami bersepeda pergi ke bukit menikmati air terjun, atau sekedar duduk di batu besar di pinggir jalan sambil memandang gunung palung yang berdiri gagah. Pergi memancing ke sungai di sekitar  sawah dengan angin bertiup lembut malah mmembuat mataku mengantuk lalu beristirahat di pondok petani.

Dunia anak-anak itu selalu bahagia. Tidak ada beban masalah bagi mereka. Kebahagian mereka sederhana, bawakan snak senilai sepuluh sampai dua puluh ribu untuk piknik sudah membuat mereka senang dan bersemangat. Mungkin inilah yang membuat ku selalu senang bersama mereka. Mereka tidak merepotkan. Anak-anak desa itu mandiri, mereka biasa mengurus diri sendiri dikala orang tuanya harus ke sawah maupun ke hutan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Aku sangat ingat pengalaman pertama kehutan bersama mereka untuk mencari rebung (bambu muda) di bukit belakang sekolah. Sesampai di hutan bambu, mataku memandang ke atas puncak bambu. Melihatku mencari-cari ke atas, seorang teman kecil ku bertanya : “apa yang ibu cari?”. Langsung saja aku menjawab “mencari rebung”. Mendengar jawabanku mereka semua tertawa. Salah satu diantara mereka mengatakan bahwa “ibu, rebung adanya di bawah”. Aku hanya bisa ikut tertawa. Aku terperngaruh dengan pengalaman masa kecil saat melihat orang mengambil umbut kelapa dengan cara menebang pohon kelapa. Aku melupakan materi pelajaran IPA kelas IV SD tentang cara berkembang biak makhluk hidup. Ternyata, ada saatnya murid lebih pintar dari guru.



Buat teman kecil ku: Indrayadi, Salawati, Parina, Supianto, Alm. Linda, Ina, Agus, Mansyur,  dll, terima kasih telah menemani ibu selama kurang lebih lima tahun. Kalianlah yang membuat ibu betah tinggal di Sedahan. Mengingat kalian ada rasa rahu dihati, karena tidak bisa membalas semua kebaikan. Sekali lagi terima kasih.